Tuesday, January 23, 2018

120 Menit

Pada menit pertama pertemuan, aku melihatmu dari kejauhan
Terduduk di bawah rimbunnya pepohonan
Lama sekali rasanya tak menyapa parasmu, Tuan
Paras yang kala itu hampir selalu sowan

Mempercepat langkahku
Menuruti rindu yang menggebu
Sesampainya aku padamu, kuraih jemari itu
Terasa penuh aliran rindu

Kemudian pada menit ke sekian, kita sudah duduk bersebelahan
Masing-masing menikmati makanan
Sambil sesekali menyeruput minuman
Kamu terlihat sangat kelaparan wahai Tuan

Menit demi menit sungguh cepat berlalu
Setelah ceritaku kemudian ceritamu
Setelah ceritamu kemudian ceritaku
Hingga ada saatnya kita membisu

Terlalu banyak yang ingin aku katakan
Terlalu banyak yang ingin aku dengarkan
Terlalu banyak yang ingin aku perhatikan
Terlalu banyak hai Tuan

Pada setiap menitku
Memandangi setiap sudut parasmu
Mata coklat kegemaranku
Gurat-gurat khas di pipimu

Sampai pada akhir pertemuan
120 menit lebih sekian
Terasa cepat ya, Tuan?
Rindu ini tak lagi angan
Kita bertemu lagi di lain kesempatan


Note: 
21 Januari 2018, terima kasih telah menyempatkan rindu ini bertemu

Monday, January 22, 2018

Sembari Menanti Kereta Api


Jika kebanyakan khalayak kini lebih gemar menatap layar gawainya, entah mengapa tidak dengan aku. Mata ini lebih ingin memburu wajah-wajah yang berkonsentrasi dengan pikirannya sendiri-sendiri. Wajah-wajah yang mengerutkan dahi karena si kereta api tidak kunjung kemari. Wajah-wajah yang berpeluh karena mempercepat langkah kaki. Wajah-wajah yang berseri hendak berjumpa dengan orang yang disayangi. Pun juga ada wajah-wajah berurai air mata menangisi orang yang pergi. Sambil sesekali bergidik ngeri mendengar bunyi nyaring si kereta api.


Inilah sudut pandang diri yang terduduk sunyi menatap setiap wajah silih berganti. Mengamati ekspresi-ekspresi sembari menanti datangnya si kereta api.


22 Januari 2018
Suatu hari di Stasiun Bekasi

Note: Foto ini bukan diambil di Stasiun Bekasi, hanya sekadar untuk visualisasi

Wednesday, January 10, 2018

R-I-N-D-U


Kata mereka, rindu bukan lagi perihal yang patut dirisaukan
Karena kini rindu dapat dengan cepat tersampaikan
Tersampaikan dengan gawai-gawai dalam genggaman
Tapi sepertinya bagiku itu berlawanan
Masih saja ada rasa segan
Padahal semakin hari berjalan
Semakin pula tak tertahankan

Apakah mata itu masih sama seperti dalam angan?
Apakah gurat-gurat itu masih sama seperti dalam bayangan?
Apakah aroma itu masih sama seperti dalam kenangan?

Aku rasa masih sama, kan?

Wednesday, April 29, 2015

Ini Cerita Operasionalku, Mana Ceritamu?

Huaaah tidak terasa proses training center Follow Up Diklat 2015 sudah berjalan satu bulan lebih satu minggu. As usual, kami memulai TC minggu ini dengan jogging di hari Selasa. Eee tapi ternyata hujan mengguyur beberapa saat sebelum jogging dimulai. Apa daya akhirnya boss kami minggu ini, Nina, memutuskan untuk memajukan rapat konsolidasi guna membahas konsep operasional akhir minggu esok. Nah bertepatan dengan Hari Kartini yang jatuh pada tanggal 21 April 2015, kami berencana akan menyampaikan materi tentang pahlawan nasional dan mengajak anak-anak bermain cerdas cermat. Menyenangkan sekaligus mengedukasi. Oiya sampai lupa! Jadi, operasional minggu ini spesial lho karena tim PPM tidak sendiri. Kami kedatangan tamu nih. Siapa hayo? Yap! Minggu ini tim tebing ikut operasional bersama PPM. Tim tebing terdiri dari Aji, Zul, Zia, dan Depe.
Berkat hujan mengguyur Selasa sore kemarin, Rabu pagi ini kami harus bangun pagi untuk mengganti jogging. Tak apa karena menurutku rasanya jauh lebih fresh ketika jogging pagi ketimbang sore. Betapa senangnya karena tumben sekali jogging kali ini tim kami (hampir) lengkap, hanya kurang satu orang yang katanya susah banget bangun pagi kalau hari Rabu. Setelah jogging pada pagi hari, sore harinya kami mempersiapkan perlengkapan apa saja yang akan dibawa saat operasional. Alat peraga, gambar-gambar hewan, dan kertas warna-warni bertuliskan huruf kami persiapkan sedemikian rupa. Menu (re: mempersiapkan perlengkapan operasional) ini adalah salah satu menu favoritku karena rasanya seperti kembali ke taman kanak-kanak dulu. Menggunting-gunting, menggambar, dan mewarnai. Kangen sekali ya.
Lanjut keesokan harinya kami melakukan briefing untuk memperjelas apa saja yang akan kami lakukan saat operasional, mempersiapkan barang apa saja yang harus kami bawa juga menetapkan berapa bantingan yang harus kami bayar. Setelah briefing selesai, masih ada menu yang lain yaitu simulasi. Simulasi berguna untuk memberikan gambaran apa yang akan kami lakukan saat operasional supaya kami lebih siap dalam menghadapi anak-anak saat di lapangan nanti. Ternyata cukup melelahkan juga yaaa. Semua rangkaian menu hari ini baru selesai pukul 8.
Hari ini menjadi hari yang paling ditunggu-tunggu. Yap! Ini adalah hari Sabtu tanggal 25 April 2015, hari dimana kami akan melakukan operasional. Minggu ini kami memusatkan kegiatan di Dusun Soka. Kangen deh sama anak-anak Soka. Seperti sudah lama sekali aku tidak bertemu dengan mereka padahal baru dua minggu. Finally, pukul 13.25 kami berangkat. Kali ini perjalanan terasa begitu lama karena ada beberapa perbaikan jalan sehingga menyebabkan kemacetan. Sekitar pukul 3 kami sampai di sana. Kedatangan kami disambut hangat oleh keluarga Bapak Kepala Dusun. Oalah, ternyata ini to Pak Kadus. Baru sekali ini aku melihat muka beliau. Nampak baik dan begitu kebapakan. Setelah sowan ke rumah Pak Kadus, kami menuju basecamp dan bersiap-siap karena kegiatan akan dimulai pukul 4. Sudah nampak beberapa anak sliweran, memanggil-manggil namaku. “Kak Sithaaaa…” saut mereka dengan senyum sumringah. Bahagia sekali rasanya ketika namaku diingat oleh anak-anak. Jam sudah menunjukan pukul 4, saatnya kegiatan di mulai. Sebelum masuk materi, Kak Nining memandu anak-anak untuk membagi kelompok. Pembagian kelompok kali ini sangat seru karena anak-anak harus mencari teman dengan suara hewan yang sama seperti mereka. “Embeee... embeee” terdengar suara domba. Kali ini “Mooo... mooo” ada suara sapi. Lalu “Meooong… meoong” si kucing tak mau kalah. Tak berapa lama setelah itu terbentuklah tiga kelompok. Aku dan Kak Zia menemani anak-anak kelompok sapi.
Lalu datanglah Kak Depe membawa sebuah wayang berparas Ibu Kartini dan kemudian menjelaskan mengenai pahlawan nasional serta pahlawan lain yang ada di sekitar kita. Anak-anak terlihat antusias mendengarnya. Keantusiasan mereka tidak kemudian redup karena Kak Lina datang membawa puzzle yang harus anak-anak susun menjadi sebuah gambar pahlawan. Ada Pangeran Diponegoro, Kapitan Pattimura, dan Tuanku Imam Bonjol. Semua kelompok beradu cepat untuk menyusun puzzle dan yang pertama selesai adalah kelompok kucing. Setelah puzzle, sekarang anak-anak akan membuat prakarya tentang pahlawan yang ada di sekitar mereka. Satu per satu mulai menulis pahlawan masing-masing pada selembar kertas mungil berwarna-warni. Ada yang menulis bapak, ibu, dan guru. “Ibu adalah pahlawanku karena ibu sudah melahirkanku.” Bunyi kertas milik Ferdi salah satu anggota kelompok sapi. Kini giliran aku menyampaikan pemaknaan jasa-jasa pahlawan kepada anak-anak. Ya begitulah hehe. Memang sulit memberikan pemaknaan kepada mereka. Bagiku, yang penting mereka tahu bukan paham.
Adzan maghrib sudah berkumandang, langit pun sudah mulai gelap. Anak-anak sudah berlarian ke Masjid di halaman belakang basecamp. “Ayo kaaak kita sholat…” Ajak mereka. Seusai sholat mereka masih saja mengikuti kami. Nampaknya tak ada rasa lelah dalam diri mereka. “Do-mi-ka-do-mi-ka-do-es-ka…” suara kami bermain domikado. Jam sudah menunjukan pukul 8. Anak-anak masih saja asyik bermain di sekitar kami. Ada yang menggambar dan sekadar berguling-guling. Bingung dan tak tahu harus melakukan apa lagi, aku memilih untuk pergi ke dapur dan ternyata masakan untuk makan malam sudah siap. Yummy! Dalam sekejap masakan yang baru saja matang lenyap. Yang tersisa hanya piring-piring kosong bernoda minyak. Alhamdulillah perut kami semua sudah kenyang, sekarang saatnya untuk terlelap.

*****

“Teh… teteh bangun teeh…” suara perempuan di samping membangunkanku. Mata ini rasanya masih lengket dan ingin terpejam. Muka juga tampaknya ga karuan. Namun seketika itu juga aku beranjak dari kasur karena teringat bahwa pagi ini adalah jadwalku masak. Aku, Nina, Aji, dan Depe akan memasak sup sayuran dengan lauk omelet. Satu jam kemudian, hasil karya kami sudah tersaji dengan cantik di piring. Yaa walaupun ada sedikit ornamen-ornamen hitam di atas omelet tapi yakin deh rasanya enak. Tak terasa jam sudah menunjukan pukul setengah 8. Saatnya kami ke lapangan, pasti anak-anak sudah menunggu disana. Jreng jreeeeng… loh pada kemana nih anak-anak? Tadi saat kami masih sarapan, mereka sudah berkumpul di depan basecamp. Eeeh sekarang malah hilang. Beberapa menit kemudian… datang bocah-bocah mungil dengan baju necis dan muka penuh bedak. Waaah ternyata mereka mandi agar terlihat cantik dan ganteng.
Agar lebih semangat, pagi ini Kak Aji mengajak anak-anak untuk senam bersama. Beberapa orang dari mereka ada yang mencontohkan gerakan senam di depan dan yang lain mengikuti. Belum lengkap rasanya jika senam tidak ditambahkan dengan ice breaking. Untuk itu, Kak Aji memandu permainan “Rumah Kelinci” agar anak-anak lebih bersemangat lagi. Setelah senam dan ice breaking, kini saatnya Kak Zia dan Kak Afra memandu rangkaian cerdas cermat. Babak pertama, anak-anak menjawab soal-soal mengenai pahlawan yang dibacakan oleh Kak Zia. Di babak pertama ini skor tertinggi diperoleh kelompok sapi dan domba. Lanjut ke babak kedua. Kali ini anak-anak akan bermain “Komunikata”. Mereka harus membisikkan kalimat yang telah diberitahu Kak Zia kepada teman-teman yang ada di barisannya. Nanti, orang terakhir yang ada di barisan akan mengulang kalimat tersebut dihadapan Kak Zia. Pada babak kedua ini skor tertinggi diperoleh kelompok domba.
Semakin seru permainan tapi sepertinya anak-anak mulai kelelahan. Akhirnya kami memberikan mereka waktu istirahat dan bocah-bocah tersebut berhamburan jajan. 10 menit kemudian, mereka kembali dengan tangan penuh jajanan sambil mulut mengunyah makanan. Setelah kenyang jajan, babak ketiga dimulai. Permainan babak ketiga ini bernama “Kataku Kata Kita”. Dalam permainan ini, Kak Afra memberi sebuah amplop yang berisi huruf-huruf kepada masing-masing kelompok. Lalu Kak Afra akan membacakan pertanyaan dan tugas dari masing-masing kelompok adalah menjawab pertanyaan tersebut dengan menyusun huruf-huruf dari jawaban. Babak ketiga ini sangat seru karena masing-masing kelompok berusaha untuk mendapatkan skor setinggi mungkin.
Selesai sudah permainan cerdas cermat hari ini. Hmm siapa yaa pemenangnya? Juara ketiga jatuh pada kelompok domba. Juara kedua jatuh pada kelompok kucing. Berarti juara pertama dalam permainan ini adalah kelompok sapi. Yeaaay! Untuk menghargai kerja keras mereka, kami sudah menyiapkan tiga bungkus hadiah yang masing-masing dibungkus rapi menggunakan koran.

Dengan selesainya permainan hari ini berarti selesai sudah kegiatan operasional kami di Dusun Soka minggu ini. Senang sekali rasanya bisa bertemu dan seru-seruan bersama mereka, anak-anak ajaib Dusun Soka. Tunggu kakak-kakak kembali minggu depan yaa!

Monday, July 15, 2013

Perkara di Pagi Buta

Udara dingin begitu senang menggelitik tubuhku di pagi buta. Pagi buta di suatu dusun terpencil di daerah Lombok Barat. Masih hitam rasanya ketika mata ini terbuka dan melihat ke seluruh penjuru gubuk mungil. Ya, hitam legam bahkan. Ketika pintu gubuk terbuka, langit pun masih pulas tertidur sama seperti beberapa orang yang lain. Mereka masih sibuk berkutat dengan entah itu mimpi indah atau buruk. Daripada memikirkan mimpi orang lain, segera saja aku besiap-siap untuk membersihkan diri. Semua sudah siap, tinggal menunggu langit terbangun dari tidurnya. Untuk sekadar menunggu, aku memutuskan pergi menuju pendopo di depan rumah. Kulihat para lelaki masih juga berkutat dengan mimpi mereka, hanya satu diantara mereka yang sudah mencoba untuk bangun dari lelap. 

Ini sudah hampir pukul 6, langit saja sudah hampir terbangun tapi agaknya masih sayup-sayup sehingga masih sedikit abu-abu. Lelaki yang lain masih ada yang terlelap. Segera saja aku bangunkan karena ada diantara mereka yang belum melakukan shalat. Pertama, aku bangunkan dengan nada pelan. Ia tak kunjung bangun, hanya sedikit menggeser tubuhnya ke posisi yang lebih nyaman mungkin. Kedua, sambil lalu menuju sisi kanan pendopo aku agak sedikit ngomel karena ia tak kunjung bangun juga, hanya terdengar gumaman-gumaman kecil.

Entah kenapa tiba-tiba saja badanku kehilangan keseimbangan saat sedang ngomel. Dan benar saja,

"BRUKK."

Suara debum yang terdengar cukup keras bersamaan dengan jatuhnya badanku ke sisi kanan bawah pendopo.

"Liiin, sakit Liiin." Saat itu kesakitan yang kurasakan benar-benar sakit, lebih lagi langit belum mau bangun sepenuhnya sehingga pandanganku masih abu-abu.

Lina membantuku untuk berdiri dan duduk di pendopo. Sakit yang luar biasa datang dari kaki kiriku. Benar saja, ternyata kakiku bengkak. Sisi luar mata kakiku membesar seperti mata melotot. Hebatnya, suara debum jatuhku membangunkan si lelaki yang dari tadi sibuk berkutat dengan mimpi. Kemudian ia menghampiri dan melihat kondisi kakiku. Lalu,

"Teh, berarti waktu kamu kecil, kalau jatuh pipinya duluan ya? Pantes aja bengkak sampai sekarang. Hahahahaha."



Suatu pagi di dusun Pemalikan, 2 Juli 2013. Langit masih sayup-sayup terbangun, masih abu-abu.

Monday, February 18, 2013

Kata untuk Kosong

Kosong itu kayu renta.
Ringkih.

Kosong itu abu-abu.
Tanpa arah.

Kosong itu malam.
Legam.




NB : Ketika kosong terlalu larut

Saturday, February 16, 2013

Hanya Cukup


Cukup heningkan saja.
Cukup memendam doa.
Cukup dengan sedu yang tertahan.
Cukup hanya Maha Cinta. 



NB : Ditulis ketika sedu yang tertahan tak mampu lagi bertahan