Pada menit pertama pertemuan, aku melihatmu dari kejauhan
Terduduk di bawah rimbunnya pepohonan
Lama sekali rasanya tak menyapa parasmu, Tuan
Paras yang kala itu hampir selalu sowan
Mempercepat langkahku
Menuruti rindu yang menggebu
Sesampainya aku padamu, kuraih jemari itu
Terasa penuh aliran rindu
Kemudian pada menit ke sekian, kita sudah duduk bersebelahan
Masing-masing menikmati makanan
Sambil sesekali menyeruput minuman
Kamu terlihat sangat kelaparan wahai Tuan
Menit demi menit sungguh cepat berlalu
Setelah ceritaku kemudian ceritamu
Setelah ceritamu kemudian ceritaku
Hingga ada saatnya kita membisu
Terlalu banyak yang ingin aku katakan
Terlalu banyak yang ingin aku dengarkan
Terlalu banyak yang ingin aku perhatikan
Terlalu banyak hai Tuan
Pada setiap menitku
Memandangi setiap sudut parasmu
Mata coklat kegemaranku
Gurat-gurat khas di pipimu
Sampai pada akhir pertemuan
120 menit lebih sekian
Terasa cepat ya, Tuan?
Rindu ini tak lagi angan
Kita bertemu lagi di lain kesempatan
Note:
21 Januari 2018, terima kasih telah menyempatkan rindu ini bertemu
Tuesday, January 23, 2018
Monday, January 22, 2018
Sembari Menanti Kereta Api
Jika kebanyakan khalayak kini lebih gemar menatap layar gawainya, entah mengapa tidak dengan aku. Mata ini lebih ingin memburu wajah-wajah yang berkonsentrasi dengan pikirannya sendiri-sendiri. Wajah-wajah yang mengerutkan dahi karena si kereta api tidak kunjung kemari. Wajah-wajah yang berpeluh karena mempercepat langkah kaki. Wajah-wajah yang berseri hendak berjumpa dengan orang yang disayangi. Pun juga ada wajah-wajah berurai air mata menangisi orang yang pergi. Sambil sesekali bergidik ngeri mendengar bunyi nyaring si kereta api.
Inilah sudut pandang diri yang terduduk sunyi menatap setiap wajah silih berganti. Mengamati ekspresi-ekspresi sembari menanti datangnya si kereta api.
22 Januari 2018
Wednesday, January 10, 2018
R-I-N-D-U
Kata mereka, rindu bukan lagi perihal yang patut dirisaukan
Karena kini rindu dapat dengan cepat tersampaikan
Tersampaikan dengan gawai-gawai dalam genggaman
Tapi sepertinya bagiku itu berlawanan
Masih saja ada rasa segan
Padahal semakin hari berjalan
Semakin pula tak tertahankan
Apakah mata itu masih sama seperti dalam angan?
Apakah gurat-gurat itu masih sama seperti dalam bayangan?
Apakah aroma itu masih sama seperti dalam kenangan?
Aku rasa masih sama, kan?
Subscribe to:
Posts (Atom)