Monday, February 18, 2013

Kata untuk Kosong

Kosong itu kayu renta.
Ringkih.

Kosong itu abu-abu.
Tanpa arah.

Kosong itu malam.
Legam.




NB : Ketika kosong terlalu larut

Saturday, February 16, 2013

Hanya Cukup


Cukup heningkan saja.
Cukup memendam doa.
Cukup dengan sedu yang tertahan.
Cukup hanya Maha Cinta. 



NB : Ditulis ketika sedu yang tertahan tak mampu lagi bertahan 

Saturday, February 2, 2013

Lembaran Memorabili yang Tercecer


Setelah sekian lama aku meninggalkan ruang hibernasiku ini -dengan posisi terduduk di atas kasur dan menghadap laptop- tiba-tiba aku teringat akan sebuah buku tulis bersampul motif hati berwarna merah muda. Lusuh memang, apalagi sekarang aku tak tahu dimana keberadaanya -baru saja mengobrak-abrik meja belajar (lebih tepatnya pajangan)- namun  buku itu menyimpan sejuta bahkan mungkin lebih memorabili tentang kita (re : aku dan sahabat-sahabatku).

####

Ketika itu aku sedang duduk di tengah pelajaran yang (sedikit) membosankan bersama sahabatku. Kami duduk berdua satu meja karena aku tidak betah duduk sendirian. Karena angin 'kebosanan' berhembus sangat kencang, akhirnya aku mengeluarkan sebuah buku yang masih kosong untuk kami jadikan objek penghilang kebosanan. Entah siapa yang memulai, dengan begitu saja kami bergantian menuliskan kata-kata berbumbu personifikasi indah dalam buku tersebut.

Merah terlalu merah
Menunjukan kebenaran
Tapi aku terlalu takut
Membuka mata
-Nda, 2009 

Layaknya kabut
Hanya datang lalu pergi
Tak menorehkan bekas
Untukku yang selalu menunggu
-Tha, 2009

Kemelut kusut..
Terjamur sudah lama
Suku-suku kecil masih mencari
Aku yang hilang bersamamu
-Ghf, 2009

Everytime i look into your eyes
Everytime i take your hand in mind
I know..
That all i need
Is only you

-Chi, 2009

Begitu saja. Mengalir. Hingga akhirnya setiap hari secara bergantian kami memenuhi buku tersebut dengan rangkaian kata indah. Namun sayang, sampai cerita ini ditulis aku belum berhasil menemukan keberadaan buku tersebut. Semoga esok saat yang mulia telah turun dari singgasananya untuk menaungi kita semua, mata ini berhasil menangkap penyebab rindu.



NB : Cerita ini ditulis ketika selir yang mulia mulai meninggi menampakkan dirinya. Pun karena tiba-tiba ada perasaan rindu yang teramat dalam kepada sahabat-sahabatku, juga kepada sejuta memorabili yang telah kami rangkai.   

Imaji dalam Gondola Renta

 

Gondola Tak Berpenghuni

Mendayung arah kehidupan
Di atas gondola
tak berpenghuni
Hanya terdengar desiran
Desiran air malam

Pucatnya langit enggan menemani
gondolaku yang sepi
Guratan-guratan kuning pun seperti meredup
Sulaman jilatan api tak kunjung muncul

Tak terasa
Laju kayu renta itu semakin cepat
Membawa sepinya gondolaku hanyut
Hanyut diantara bayangan-bayangan dalam derasnya hujan
Hanyut diantara senyuman-senyuman dalam hembusan angin 

-Masitha Hanum, 2009 

Keen On Vintage

Entah sejak kapan aku mulai menyukai hal-hal berbau vintage. Kesan klasik yang renta namun elegan. Terutama pada fashionnya. Di setiap potongan kainnya, ada seribu nyawa yang hidup dan berbicara dengan begitu elegannya, menyimpan sejuta memori dari windu ke windu, menjadi saksi perjalanan sebuah dunia dari masa ke masa.








There's a vintage which comes with age and experience.
-Jon Bon Jovi 

Friday, February 1, 2013

52 Batang Hidung, May, dan Sejuta Memorabilia

This is my second post! Di postku yang kedua ini aku janji mau kasih tau tentang puisi "May" :D dan "The Untold Memorabilia" yang lain hihi.

So, seperti yang aku bilang di post kemarin, puisi May ini ditulis oleh seorang guru bahasa indonesia. Beliau termasuk salah satu guru favoritku :"
May diambil dari nama angkatanku saat SMP dulu yaitu SOMAY. Memang terdengar aneh di telinga karena "somay" yang kita tau adalah nama makanan, tapi kalau kamu tau, SOMAY itu singkatan dari ;

SO = Sopan
M = Mandiri
A = Alim
Y= Yakin

I don't know exactly why we chose that kind of weird name that day, tapi keanehan tersebutlah yang menyatukan kita :') Nah, sebelum cerita tentang May lebih lanjut, aku mau cerita dulu tentang SOMAY sedikit nih :"

Kami (SOMAY) terdiri dari 52 orang. Pasti kalian kaget kan? Wah dikit banget?!? Memang, di SMP kami hanya terdapat 3 ruang kelas dan setiap kelas hanya berjumlah sekitar 17-20 orang. Jumlah yang sedikit ini malah membuat kami semakin erat, bak keluarga. Dalam sebuah keluarga yang baik, pastilah harus ada seorang kepala keluarga, ibarat dalam kapal haruslah ada nahkoda yang mengendalikan kapal tersebut. Keluarga kecil kami dipimpin oleh seorang kepala bernama Dwi Ega Wibowo. Dia orang yang senang sekali bercanda, tapi saat "mengendalikan kapal" keluarlah semua aura kepemimpinanya serta tanggung jawabnya.

Kami adalah batang hidung-batang hidung yang tidak mudah menyerah. Kami merangkai sejuta memorabilia bersama, mulai dari pembekalan, pengembaraan, pensi, prospex, hingga Ujian Nasional. Banyak pihak-pihak yang yah mengunderestimate apa yang akan kami lakukan, tapi dengan 52 nyawa yang kami miliki ini, kami berhasil menerbitkan senyum di wajah-wajah mereka, seperti yang terlukis dalam May.


May adalah lukisan perasaan seorang guru bahasa indonesia yang mendampingi angkatan kami selama 3 tahun. Yang mengerti baik dan buruknya kami, yang mengerti jutaan memorabili rangkaian kami. Beliau adalah orang tersabar yang pernah aku jumpai. Tak pernah sekalipun beliau menampakkan kemarahannya kepada kami ketika beliau merasa kecewa. Hanya air mata yang tampak di pelupuk matanya. Beliau adalah orang yang selalu mengobarkan api semangat kami, tak pernah sedikit pun beliau mencoba untuk memadamkannya ketika api itu telah membara. Beliau selalu yakin apapun yang kami lakukan adalah yang terbaik untuk masa depan kami :')


May, urat nadi cintaku ditiup seruling
mengalunkan nuranimu, sampai muara
pagi telah tersenyum,
pagi telah berdoa untukmu,
kuharap tak beranjak...